SWAMITRA SOREANG



UNIT SIMPAN PINJAM SWAMITRA
 KUD RIK RIK GEMI  SOREANG I

Dengan adanya perubahan struktur organisasi PT Bank Bukopin terhitung 12 Agustus 1998, hampir di seluruh Cabang mengalami penambahan Unit Bisnis sekaligus penunjukan beberapa karyawan-karyawati menjadi Manajer Unit Bisnis baru. Sebagian besar cabang mendapat tambahan dua orang pejabat baru, yakni pejabat Manajer Unit Bisnis Unit Kredit Micro dan Manajer Unit Bisnis Individual Banking.
Hal tersebut tentu saja dialami pula oleh Cabang Bandung yang segera menyesuaikan diri dengan keputusan Direksi. Dan, khususnya Unit Bisnis Kredit Micro mulai melakukan pendataan ulang terhadap calon nasabah potensial untuk bekerja sama dalam pengembangan kredit mikro. Antara lain dengan Koperasi primer (yang mempunyai Unit Simpan Pinjam) dan lain-lainnya.
Unit Bisnis Kredit Micro Cabang Bandung cukup antusias menyikapi  perubahan ini. Dalam sisa waktu anggaran tahun 1998 yang cukup singkat ini mentargetkan terbentuknya kerja sama pengembangan kredit mikro yang kita kenal dengan nama   USP Swamitra. Kerja sama dilakukan diantaranya dengan KUD RIK RIK GEMI SOREANG KAB. BANDUNG.

USP SWAMITRA Adalah Suatu Unit Usaha Simpan Pinjam yang dikembangkan oleh Bank Bukopin bekerja sama dengan Koperasi guna memberikan bantuan managerial dan keuangan bagi usaha koperasi dan anggotanya.

Arti SWAMITRA berasal dari bahasa kawi yang artinya suatu kerjasama yang berazaskan prinsip-prinsip kebersamaan.
TUJUAN USP SWAMITRA adalah Mengembangkan Unit Usaha Simpan Pinjam koperasi agar dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya, sehingga mendatangkan manfaat bagi peningkatan usaha para anggotanya berdasarkan azas kerjasama yang saling menguntungkan.










SEBUAH BUDAYA BERNAMA KEMITRAAN


Kehidupan, menurut orang arif, adalah berpadunya berbagai subsistem dalam satu sistem yang lebih besar. Kehidupan pada tatanannya yang lain merupakan kumpulan berbagai noktah, penuh warna warni. Ia bisa menghembuskan aroma wangi, penuh keindahan. Ketika orang-orang saling tersenyum dan memahami satu sama lain. Itulah wujud ekspresi, interaksi elemen yang berhasil ditautkan dengan 'manis' dan di-ejawantah-kan dalam potret kerta raharja. Keadaan yang tenteram, gemah ripah lohjinawi. Tetapi bukan pula tidak mungkin yang mengemukakan adalah sebaliknya. Wajah-wajah amarah, kecewa dan putus asa. Suatu disharmoni sebagai akibat adanya distorsi dalam berbagai subsistem. Sejatinya, kehidupan yang harmonis baru terwujud kalau elemen-elemen yang eksis dalam sistem saling mengakui, berposisi equal dan komplementer.
            Equal dan komplementer, pada galibnya bersubstansi dan bermuara pada kemitraan. Alam manusia dan makhluk hidup lainnya, tidak untuk saling menghabisi, dan tidak untuk saling meniadakan, tetapi merupakan simbiosismutualisme. Memupus apartheid, diskriminasi, SARA, primordialisme, genderisme dan berbagai isme lainnya yang bermakna segresi dan "adu domba", bisa dikatakan sebagai filosofi yang in line dengan nafas kemitraan. Ketika filosofi itu kita lekatkan pada koridor yang lebih makro, seperti kehidupan dalam sebuah perusahaan misalnya, maka adagium-adagium seperti keselarasan dan pemberdayaan. Bahkan, persamaan hak, menjadi hal yang sangat lumrah.
            Tapi apakah kemitraan yang diimpikan itu benar-benar mengkristal, bermakna hakiki? Atau sekedar artifisial sumir yang tumbuh berkembang sebagai perwujudan tata krama semu? Coba lihat bagaimana realitasnya, tidak sedikit buruh pabrik yang dieksploitasi para majikan. Atau coba cermati berita-berita di surat kabar mengenai demonstari yang terkadang bergeser menjadi anarki. Mengapa hal itu terjadi? Pola pikir yang berbeda dalam menginterprestasikan sebuah budaya bernama kemitraan, itulah jawabannya.
            Dalam kaitan dengan hubungan antara pekerja dana manajemen dalam suatu perusahaan, kemitraan merupakan sebuah jawaban terhadap berbagai kepentingan. Apa kepentingan perusahaan dan pimpinan perusahaan? Sebuah penelitian menyebutkan, Pertama, profitabilitas perusahaan. Kedua, produktifitas pegawai dan efisiensi. Ketiga, kelangsungan hidup perusahaan. Keempat, kesejahteraan pegawai. Lalu  apa pula yang menjadi prioritas pekerja dalam perusahaan? Pertama, kesejahteraan pegawai. Kedua, kelangsungan hidup perusahaan. Ketiga, Profitabilitas. Keempat, efisiensi.
            Kepentingan kedua belah pihak tampaknya berbeda. Padahal tidak, Persoalan mencuat, jika elemen-elemen kepentingan itu tidak ditata secara proporsional dan tidak terkomunikasikan dengan posisi tawar menawar yang seimbang. Coba bayangkan, bisakah salah satu pihak menncapai tujuannya tanpa ada pihak lain? Bisakah perusahaan mencapai profit yang tinggi tanpa kerja keras para pekerjanya? Tapi apakah para pegawai mampu bekerja keras, jika pikirannya masih diganggu hal-hal elementer. Misalnya, uang sekolah anak, biaya rumah sakit, ongkos kerja yang masih nombok, uang makan yang masih kurang sehingga belum memenuhi empat sehat lima sempurna. Bahkan, utang yang menggunung? No Way!
Profit perusahaan yang maksimum hanya bisa tercapai, jika ada dukungan berupa kerja keras semua pegawai. Kerja keras itu bisa terwujud, jika kesejahteraan pegawai terjamin. Namun, kesejahteraan itu pun baru akan muncul bila profit perusahaan tercapai. Ibarat sekeping mata uang tidak mungkin menjadi uang, jika hanya punya satu sisi. Jadi, kedua sisi memiliki tujuan yang sama. Kedua sisi mata uang dalah mitra.
            Akan tetapi, kemitraan bukanlah 'makhluk' sakti yang bisa berdiri sendiri. Kemitraan baru bisa  terwujud kalau memenuhi prepequisite yang beberapa diantaranya adalah komunikasi terbuka, saling menghargai, dan positif  thinking. Kemitraan bukanlah pembungkus pemaksaan kehendak dengan istilah menyamakan visi dan persepsi. Kemitraan semacam itulah yang harus menjadi budaya, baik dalam sekala makro maupun mikro.
            Dalam makna yang lebih membumi, kemitraan merupakan bagian dari budaya keseharian. Ketika seorang yang menduduki jabatan lebih tinggi meminta bantuan bawahannya, bukan semata-mata karena ia berhak memberi perintah, melainkan karena flow organisasi telah menentukan fungsi masing -masing jabatan.Demikian ketika bawahan ingin dihargai ataupun ada perbaikan konpensasi, selayaknya bukan merupakan tuntutan tak berdasar, melainkan lebih sebagai akibat, hikmah atas apa yang telah dikontribusikan dan dilaksanakan sebagai wujud  profesionalisme suatu tugas.Itulah yang disebut sebagai naturalisme interaksi dalam sistem organisasi.
            Namun, naturalisme itu bukan pula sistem mesin yang menjadikan manusia bertaut dalam nuansa mekanis. Dikotomi atasan-bawahan merupakan pendekatan organisasi yang seyogyanya diimplementasikan dalam wujud kemitraan ; saling mengakui dukungan masing-masing. Sebab kesuksesan atasan adalah berkat dukungan bawahannya. Tapi, pengembangan karier bawahanpun tak lepas dari pembinaan atasan. Manajemen dan pegawai, atasan dan bawahan, memang selayaknya disikapi ibarat sekeping mata uang. Dua sisi berbeda, tetapi punya cita-cita yang sama, mewujudkan gemah ripah lohjinawi. Itulah spirit kemitraan.      
Namun apa yang terjadi sekarang anda bisa menilai secara arif dan bijaksana dan dengan hati yang lapang dan penuh keterbukaan. Bagaimana yang terjadi sekarang ?. Kita hanya bisa mengkernyitkan mata.” WALLAHUALAM…”.

Komentar

  1. Saya mw ngajuin bisa gk y jaminan nya apha

    BalasHapus
  2. Apa syaratnya mau pinjam uang

    BalasHapus
  3. Saya mau pinjam uang apa syratnya

    BalasHapus
  4. Apa persyaratan dn apa jaminan nya

    BalasHapus
  5. Pengen minta no marketing / e mail nya.. yg pegang swamitra cabang soreang

    BalasHapus

Posting Komentar